Selamat Jalan Fatamorgana Episode 1

 

    Siang itu angin bertiup lembut. Membuat pucuk-pucuk cemara meliuk-liuk perlahan. Pohon-pohon flamboyan berbunga cantik bergoyang-goyang.
    Gedung SMA Satu tampak tegak sepi. Jalan yang membelah panjang menuju jalan gedung SMA itu seakan dipanggang matahari.
    Ketika bel berbunyi..... Murid-murid yang saling berhimpitan di ambang pintu sekolah, ketika kemudian terdengar teriak lengking seorang murid yang menahan sakit.
"Aduh....!"
"Oh.... maaf!" ucap Rudi yang spontan berpaling kearah suara gadis yang mengaduh.
    Gadis yang terinjak kakinya itu membalas permintaan maaf Rudi dengan sebuah anggukan yang diiringi dengan segerit senyuman yang manis.
    Lain kali nggak usah buru-buru lagi, ya?" suara lembut si gadis.
"Sungguh Ratna aku tak sengaja," balas Rudi.
"Aku juga nggak menuntut kok!"
"Kalau mau menuntut ya, boleh-boleh saja kok."
    Lagi-lagi dada Rudi tergetar ketika melihat senyum manis gadis yang bernama Ratna itu. Ratna memang tidak perlu banyak berbasa-basi. Ia segera berlalu mengacuhkan Rudi yang tetap memperhatikannya dengan perasaan yang sukar untuk diutarakan.
    Ratna kenapa akhir-akhir ini bayanganmu selalu saja menggodaku? Dan sungguh, belakangan ini aku begitu banyak memperhatikanmu. Dan anehnya, kenapa jantung ini jadi bergetar bila melihat senyum manismu? Bisik hati Rudi.
    Kembali terbayang di benak Rudi sesuatu peristiwa, bahwasanya ia pernah mengenal seorang wanita yang cukup misterius bagi dirinya. Seorang wanita cantik yang cukup menyimpan sejuta cinta dan rahasia.
    Tidak hanya sekali dua kali mereka selalu mengadakan pertemuan-pertemuan di suatu tempat yang telah ditentukan oleh Rita Damayanti. Demikian ia mengenal nama wanita yang sering mengajaknya berkencan itu. Hubungan mereka semakin lama semakin bertambah intim saja. Namun begitu jauh Rudi tidak pernah tahu dimana tempat tinggal wanita yang selalu kencan dengannya. Rudi pun juga tidak pernah menyelidikinya, karena mereka sudah saling berjanji apabila Rudi berusaha atau diam-diam menguntitnya, hubungan mereka akan putus! Hal semacam itu jelas Rudi tidak menginginkannya. Sebab ia sangat mencintai Rita Damayanti, walaupun tanpa disadarinya didalam hati rasa egoisnya timbul. Rudi ingin memiliki Rita bagi dirinya sendiri. Dia merasa hidup ini begitu sepi tanpa Rita Damayanti disisinya. Rudi begitu ingin memperistri gadis itu.
    Sehingga pada suatu hari maksudnya telah diutarakannya pada wanita yang sangat dicintainya.
"Rita... aku berterus terang padamu, selama ini kukira aku sudah sangat dalam mencintaimu, aku harapkan maukah kamu menikah denganku?"
"Rudi, apa yang kamu ucapkan itu?" tanya Rita yang merasa terkejut dengan pengakuan pemuda dihadapannya.
    Rita merasa seolah-olah pengakuan Rudi itu begitu lucunya. Seorang pemuda ingusan yang baru duduk di bangku SMA kelas tiga. Begitu ingin mengajaknya hidup berumah tangga.
    Rita berpikir beberapa saat. Memandang tajam kearah Rudi.
    Setelah beberapa saat keduanya saling pandang terdengarlah suara Rudi yang lemah. "Aku inginkan kamu jadi istriku, Rita. Aku berjanji akan membahagiakanmu!"
"Sudahkah kamu pikir dengan matang apa yang kamu ucapkan itu?"
"Kenapa? Apakah ada kekurangan dalam diriku?"
    Rita membelalakkan matanya mendengar pengakuan jujur dari Rudi. Walaupun ia telah menyadari sebelumnya perasaannya sebagai seorang wanita membuat hatinya menjadi terharu, namun kebimbangannya justru telah mengembalikan keteguhan prinsipnya.
"Kenapa kamu mesti memilih jalan ini, Rudi?"
"Maksudmu?"
"Bukankah selama ini kita sudah mengecap kebahagiaan?"
"Tapi tidak mungkin selamanya kita selamanya bercinta dalam keadaan ini, bukan? Aku ingin membuktikan keseriusan ku."
"Teruskan... Rudi! Dan katakanlah apakah pernikahan adalah begitu penting bagimu?"
"Betul! Pernikahan adalah merupakan hal yang sangat terpenting!"
    Mendengar ucapan Rudi seketika seketika keringat dingin mengalir deras membasahi kedua pelipisnya. Matanya yang sedari tadi menatap tajam pada Rudi seketika meredup. Dan ia telah memberikan kesempatan kepada Rudi untuk lebih jauh lagi mengungkapkan isi hatinya.
"Selama ini kita hanya bercinta dalam kepalsuan. Aku ingin kenyataan, Rita. Bagiku pernikahan adalah suatu hal yang paling suci!"
"Tapi kamu tahu berapa banyak perceraian yang terjadi karena suatu pernikahan? Apakah itu bukan merupakan suatu kepalsuan?"
"Rita, kita jangan salah mengartikan! Tapi hal perceraian itu tidak akan terjadi kepada kita. Percayalah tidak akan pernah terjadi!"
"Bagaimana kamu bisa begitu yakin? Sedangkan kamu sendiri belum tahu siapa aku yang sesungguhnya?"
"Kau bisa mengatakannya sekarang."
"Kau mendesakku... baiklah. Kuharap jangan ada penyesalan diantara kita," kata Rita menegaskan.
Rudi tegang mendengarkan penjelasan.
"Sebenarnya aku sudah menikah dua puluh tahun yang lalu..."
"Ka..Kamu...kamu... sudah menikah dua puluh tahun lalu? Mana mungkin aku percaya, sebab kulihat dalam pandanganku kamu tak lebih tua dari seoang gadis yang baru berumur belasan tahun! Kamu bohong...!"
    Rita Damayanti sadar bahwa cinta telah membutakan mata Rudi, terbukti dalam pandangannya umur yang sesungguhnya sudah hampir menginjak pada usia empat puluh tahunan, bisa saja Rudi mengatakan bahwa umurnya serataf umur gadis belia yang baru berusia belasan tahun....
"Aku istri peliharaan seorang pengusaha di kota ini, tapi aku diberi kebebasan, kesempatan untuk bergaul dengan laki-laki manapun yang kusukai, asalkan jangan menikah," kata Rita dalam pengakuannya.
"Jadi karena itukah kenapa kamu selalu merahasiakan tempat tinggalmu?"
"Benar... aku tak ingin saat-saat indah yang kita nikmati bersama menjadi gading yang retak, tapi kamu telah meretaknya!"
    Dan sejak peristiwa itu, Rudi tak pernah lagi bertemu dengan Rita Damayanti. Dan kencan tak pernah lagi ada. Hubungannya dengan wanita yang sangat dicintainya itu telah berakhir dengan begitu saja.

*Back To Story*Rudi masih saja tertegun. Gadis yang diinjak kakinya sudah hilang dari pandangan. Dengan lesu ia berjalan menuju tempat parkir. Sekejap ia telah nangkring di atas sepeda motornya. Dengan meraung-raung membelah jalan meninggalkan gedung SMA yang tetap terpanggang teriknya matahari.


---
Pada suatu hari sepulang dari sekolah, dikamarnya Ratna tampak sedang asyik membaca surat. Surat dari Rudi.

Ratna Setiati!
Berjalan di hadapanku, dadaku menjadi berguncang. Adakah bisikan di hatimu bila hatiku ini senantiasa merindukanmu?

Ratna....
Begitu aku melihatmu, tahulah belakangan ini aku jadi banyak menaruh simpati kepadamu. Bahkan dari dirimu itu aku selalu teringat kenangan-kenanganmu yang telah silam
Maaf...
Ratna... bukan berarti dengan tulisan yang kusampaikan padamu ini sungguh mati aku tidak bermaksud merayumu atau dalam kata lain agar engkau membalas rasa simpatiku kepada mu... namun aku hanya mencoba agar hatiku yang dulunya redup jadi cerah sekilas saja aku sempat melihat wajahmu.
Ratna......
Mungkinkah kamu akan membenci aku setelah kamu tahu pengakuan hatiku ini? Sungguh aku berharap kamu tidak membenci aku ataupun berusaha menyakiti aku..
.


-Setelah selesai membacanya, Ratna seraya melipatnya dan memasukkannya kedalam laci. Lalu tampak pada saat itu juga Ratna menulis untuk balasannya.

"Rudi!
Terimakasih atas suratmu, walaupun aku sangat terkejut setelah membacanya.
Sebenarnya tak pantas kukatakan semua ini, tapi aku merasa berdosa jika semua ini aku tidak berusaha untuk berterus terang padamu. Maka lewat tulisan ini aku berusaha untuk mengutarakannya
Rudi....
Mengapa kamu begitu jauh mengartikan persahabatanmu Rudi, tapi aku tidak bisa lebih dari itu. Terus terang aku belum siap untuk menerima semua ini
Rudi....
Maafkan aku, barangkali kamu akan membenciku walau semua ini aku tak menginginkan. Buka maksudku aku menolakmu, tapi ini kulakukan dengan jujur bahwa aku belum siap untuk menerima semuanya....


--Setelah dibaca berulang-ulang dan sudah pantas surat yang baru selesai dibuatnya itu jika sampai di tangan orang yang dimaksud, dilipat dan dimasukkannya ke dalam amplop yang berhiaskan lukisan bunga-bunga yang indah.

"Non, Ratna...."
Terdengar suara lembut yang sudah tak asing lagi baginya. Suara Maryunah pembantu rumah tangganya yang sedang memanggil dari luar.
"Non Ratna..."
Terdengar kembali suara Maryunah memanggilnya.
"Saya, Bi...."
"Nyonya menyuruh non Ratna makan."
"Ya, Bi!"
    Ratna bergegas berganti pakaian. Sebab ia ia menyadari saat-saat seperti ini ibunya tengah menanti untuk mengajaknya makan bersama.
                                                                            Next Episode
Selamat Jalan Fatamorgana Episode 1 4.5 5 Unknown     Siang itu angin bertiup lembut. Membuat pucuk-pucuk cemara meliuk-liuk perlahan. Pohon-pohon flamboyan berbunga cantik bergoyang-goyang....